Remaja 17 Tahun Kabur dari Singapura, Diduga Jadi Korban Eksploitasi oleh Orang tua Kandung.




Sorotanjejakinvestigasi.com Makassar, Celebes Post – Seorang remaja perempuan berinisial SFNA (17) melarikan diri dari Singapura dan kini berada di bawah perlindungan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Makassar. Ia diduga menjadi korban kekerasan dan eksploitasi oleh ibu kandungnya sendiri, berinisial N, selama bertahun-tahun.

SFNA mengungkapkan kepada Celebes Post bahwa sejak kecil ia dipaksa bekerja di rumah, mulai dari mencuci, menyapu, hingga membantu usaha properti milik ayahnya, EK, dengan membuat dokumen-dokumen bisnis seperti invoice dan tagihan.

“Saya seperti pembantu di rumah sendiri. Tidak ada waktu sekolah, apalagi bermain,” ungkap SFNA dengan suara gemetar, saat ditemui di kediaman pamannya di Makassar.

Setibanya di Makassar, SFNA langsung mencari perlindungan kepada pasangan suami-istri yang merupakan paman dan tantenya. Namun, orang tuanya justru melaporkan dugaan penculikan kepada pihak kepolisian, meskipun SFNA menegaskan bahwa dirinya datang atas kemauan sendiri.

“Saya yang datang sendiri. Tidak ada yang culik saya. Saya ingin selamat,” tegasnya sambil menahan tangis.

Laporan Resmi dan Desakan ke Lembaga Negara

Kasus ini kini telah dilaporkan ke Polda Sulawesi Selatan oleh pihak keluarga pelindung, didampingi LPA Makassar dan Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR-RI). Dugaan eksploitasi dan penganiayaan anak menjadi dasar pelaporan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA).

Ketua LMR-RI Komwil Sulsel, Andi Idham Jaya Gaffar, S.H., M.H., meminta perhatian serius dari Komnas HAM, KPAI, Kompolnas, dan Komisi III DPR RI.

“Kami meminta Presiden Prabowo Subianto melalui kementerian dan lembaga terkait agar menjamin proses hukum berjalan tanpa intervensi. Jangan sampai kekuasaan orang tua korban menghalangi keadilan bagi anak ini,” ujar Idham.

Ia juga mengungkapkan kekhawatiran terkait adanya dugaan keterlibatan oknum aparat hukum yang dekat dengan keluarga korban.

“Kami minta pengawasan ketat dari Kompolnas dan DPR RI karena ibu korban diduga memiliki relasi kuat di kepolisian. Ini bisa membahayakan keselamatan hukum anak,” tambahnya.

Trauma Mendalam dan Proses Pemulihan

Saat ini, SFNA sedang menjalani pendampingan psikologis oleh LPA Makassar dan LMR-RI. Kondisinya dinyatakan mengalami trauma berat akibat tekanan yang dialami sejak kecil.

Menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, eksploitasi oleh orang tua termasuk tindak pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara dan denda hingga Rp200 juta.

Pihak pendamping menegaskan bahwa langkah utama saat ini adalah memastikan keamanan fisik dan pemulihan mental korban, sembari mendorong proses hukum berjalan transparan.

Seruan untuk Media dan Publik

LMR-RI juga menyerukan dukungan media dan publik untuk mengawal kasus ini, mengingat potensi intervensi kekuasaan yang dapat mengaburkan proses hukum.

“Jika sorotan publik lemah, anak ini bisa dikorbankan dua kali. Kami minta media untuk terus mengawal,” tegas Idham.

Redaksi: Keadilan Tak Boleh Takut pada Kuasa

Celebes Post mengingatkan bahwa kasus ini menjadi cermin rapuhnya perlindungan anak di Indonesia. Ketika seorang anak justru lari dari rumah karena ketakutan, negara harus hadir lebih dari sekadar dokumen hukum.


---

> Editor: MDS | Reporter: Tim Celebes Post
Makassar, 8 Juni 2025