SOROTANJEJAKINVESTIGASI.COM-Makassar, - Ketika Kupon Jumat Berkah Bersuara Politik: Kontroversi Netralitas Lurah Buloa dalam Pilkada RT/RW
Pemilihan Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) seharusnya menjadi cerminan demokrasi paling akar rumput, sebuah proses di mana warga secara mandiri memilih pemimpin lokal mereka berdasarkan kepercayaan. Namun, sebuah kejadian di Kelurahan Buloa kecamatan Tallo kota Makassar, baru-baru ini menyulut kontroversi dan mengutip prinsip netralitas pejabat pemerintah dalam kontestasi tersebut.
Sebuah video yang kini viral telah menjadi sorotan publik. Dalam rekaman tersebut, Lurah Buloa terlihat membagikan kupon "Jumat Berkah" kepada warga. Sekilas, ini adalah tindakan terpuji yang menunjukkan kepedulian sosial. Namun, yang dipermasalahkan adalah konteks dan maksud di baliknya. Ironisnya, di tengah pembagian kupon tersebut, Lurah Buloa secara terang-terangan memperkenalkan dan diduga 'mengajukan' calon calon Ketua RT/RW tertentu kepada warga setempat.
Keanehan tidak berhenti di situ. Menurut laporan, Lurah Buloa tidak transparan dalam memperkenalkan calon-calon tersebut. Tindakan ini menimbulkan berbagai spekulasi dan kekhawatiran serius mengenai independensi proses pemilu. Seorang Lurah, sebagai representasi pemerintah setempat, mempunyai mandat untuk melayani seluruh warganya secara adil dan netral, tanpa keberpihakan pada calon manapun dalam pemilihan lokal.
Dari Unggahan Video lurah Buloa yang Beredar sangat Jelas, dirinya mengatakan ada rezeki ini untuk dibagi-bagi dan ini orang ku bantu saya pak kepimpinan ku apapun keluhan anda saya tampung, dan saya tidak seperti pemimpin yang lalu, kita bantu'ka saya bantu'ki. Bantu'ka ini orang ku," ujar Lurah Buloa dalam video tersebut
Laporan telah muncul yang menunjukkan bahwa Lurah Buloa diduga terlibat dalam apa yang tampaknya merupakan kasus politik sembako yang jelas, yang dirancang untuk memengaruhi suara dalam pemilihan kepala daerah. Modus operandinya? Membagikan kupon belanja kepada warga, yang konon berasal dari Lurah sendiri, dengan harapan tersirat akan dukungan untuk kandidat tertentu.
Yang membuat tuduhan ini sangat mengkhawatirkan adalah adanya video yang beredar luas, yang kabarnya berisi ucapan Lurah Buloa sendiri, yang tampaknya memperkuat sifat pemaksaan dari tindakan ini. Dalam video tersebut, Lurah dikutip mengatakan:
"Ada rezeki ini untuk dibagi-bagi dan ini orang ku bantu saya pak kepimpinan ku apapun keluhan anda saya tampung, dan saya tidak seperti pemimpin yang lalu, kita bantu'ka saya bantu'ki. Bantu'ka ini orang ku," ucap Lurah Buloa
Mari kita uraikan video dari pernyataan lurah:
1) Ada rezeki ini untuk dibagi-bagi": Membingkai potensi suap sebagai "nasib baik" atau "berkah" adalah taktik umum untuk melunakkan sifatnya yang tidak etis. Hal ini mencoba menormalkan pertukaran barang berwujud untuk dukungan politik, menyamar sebagai kemurahan hati alih-alih bujukan.
2) Ini orang ku bantu saya pak kepimpinan ku apapun keluhan anda saya tampung" (Ini rakyatku, tolong aku Pak, pimpinanku akan mengakomodasi semua keluhanmu): Pernyataan ini menciptakan hubungan kepemilikan, yang secara halus menyiratkan bahwa mereka yang mendukungnya (dan lebih jauh lagi, kandidat pilihannya) akan menerima perlakuan istimewa. Pernyataan ini juga menyiratkan bahwa "keluhan" mereka hanya akan benar-benar ditangani di bawah "kepemimpinannya" yang berkelanjutan, sehingga menciptakan hubungan transaksional antara warga negara dan negara.
3) Saya tidak seperti pemimpin yang lalu": Ini adalah manuver politik klasik untuk mendiskreditkan pendahulu dan meninggikan diri sendiri, menjanjikan era kepemimpinan baru yang lebih responsif, dan mungkin lebih "dermawan". Manuver ini memanfaatkan potensi ketidakpuasan terhadap pemerintahan sebelumnya untuk mengamankan loyalitas saat ini.
4) "Kita bantu'ka saya bantu'ki. Bantu'ka ini orang ku": Ini adalah quid pro quo yang paling eksplisit. Ini secara langsung menghubungkan "bantuan" warga (mungkin suara mereka) dengan "bantuan" Lurah. Frasa "ini orang ku" semakin mengukuhkan gagasan loyalitas pribadi di atas kewajiban sipil dan pilihan independen.
Tindakan yang menunjukkan keberpihakan dapat merusak integritas proses pemilu, mencederai prinsip demokrasi, dan menciptakan iklim ketidakpercayaan di masyarakat. Pemanfaatan momen kebaikan seperti "Jumat Berkah" untuk kepentingan politik praktis adalah praktik yang sangat memalukan dan patut dipertanyakan etika serta legalitasnya.
Menyikapi hal ini, DPP KAMI (Komite Aksi Menyelamatkan Indonesia) telah bersuara lantang. Melalui Idham, perwakilan DPP KAMI, mereka mendesak Walikota Makassar, Munafri Arifuddin, untuk segera mencopot Lurah Buloa dari jabatannya.
Bahkan, lurah tersebut sangat jelas dalam video yang viral, dirinya sendiri memperkenalkan calon Ketua RT/RW ke warga dengan beralasan membagikan kupon Jumat Berkah,” tegas Idham, mengisyaratkan pelanggaran nyata terhadap prinsip netralitas yang seharusnya dijunjung tinggi oleh pejabat publik.
Lebih lanjut, Idham juga mengajak seluruh warga Kota Makassar untuk tidak menerima atau mau diintervensi oleh lurah maupun camat dalam kontes pemilihan Ketua RT/RW. Ini adalah layanan penting bagi setiap individu untuk mempertahankan hak pilih mereka secara bebas dan rahasia.
“Lurah maupun camat seharusnya netral karena mereka adalah pemerintah setempat. Stop mengintimidasi atau memaksa warga untuk memilih calon Ketua RT/RW dari pesanan lurah,” tambahnya, mengingatkan kembali akan fungsi dan tanggung jawab seorang pemimpin daerah.
Kejadian di Buloa ini menjadi pengingat penting bagi kita semua bahwa integritas proses pemilihan, bahkan di tingkat RT/RW sekalipun, adalah fondasi penting bagi demokrasi yang sehat. Pejabat publik harus menjunjung tingkat netralitas dan transparansi yang tinggi, sementara warga harus sadar akan hak mereka untuk memilih tanpa tekanan atau intimidasi.
Mari kita bersama-sama mengawal setiap proses pemilihan di lingkungan kita, memastikan bahwa suara rakyat adalah penentu utama, bukan intervensi dari pihak manapun. Demokrasi yang kuat dimulai dari komunitas yang berdaya.
